Resiliensi dalam Ilmu Psikologi & Manfaatnya


Home » Blog » Resiliensi dalam Ilmu Psikologi & Manfaatnya

Sering mendengar tentang istilah resiliensi, tapi tidak tahu artinya? Istilah resiliensi pertama kali dikenalkan oleh Blok & Blok dengan nama ego-resiliency (ER). Istilah resiliensi muncul pertama kali pada tahun 1950. ER sering diartikan sebagai kemampuan umum dalam menyesuaikan diri yang tinggi dan luwes dari tekanan eksternal maupun internal. Pada mulanya konsep penyesuaian diri tersebut diterapkan pada anak-anak dimana ia dikenal dengan “invulnerability” atau “stress-resistance”. ER dan resiliensi keduanya sering dijadikan sebagai respon protektif terhadap kesulitan yang datang kedalam hidup seseorang.

Baca juga : 10 Tips Ampuh Mengatasi Patah Hati

Baca juga : Apa itu Dunning Krugger Effects

Apa itu Resiliensi

Seiring berjalannya waktu, istilah resiliensi dalam perjalanannya mengalami perluasan dalam hal pemaknaan. Diawali dengan penelitian Garmezy (1991) tentang adanya anak-anak yang mampu bertahan dalam situasi penuh tekanan, disebut sebagai descriptive labels yaitu menggambarkan anak-anak yang mampu bertumbuh dan beradaptasi dengan baik walaupun mereka hidup dalam lingkungan buruk dan penuh tekanan.

Menurut Ledesma (2014), beberapa penelitian tentang resiliensi menggunakan istilah yang berbeda tapi pada dasarnya menggambarkan mekanisme yang sama untuk adaptasi dan terbebas terhadap stres yang didasari oleh faktor resiko. Berikut ini adalahh beberapa mekanisme yang mendasari resiliensi seseorang :

  • Compensatory

Compensatory atau sebagai pengganti/ imbangan adalah melihat ER sebagai faktor yang dapat menetralkan resiko, faktor resiko sering kali mempengaruhi sikap dan tindakan kita atas situasi yang kita hadapi. Secara umum faktor resiko membuat kita cemas, takut, was-was dan membutakan pandangan kita atas situasi yang sebenarnya terjadi. Mengalihkan fokus dari resiko, dan lebih berfokus terhadap faktor pengganti yang secara independen berkontribusi pada outcome atau tindakan dan sikap dalam menghadapi sebuah masalah.

  • Challenge

Individu yang resilen sering kali melihat faktor resiko sebagai tantangan, mereka memiliki kecenderungan mampu memecahkan masalah. Orang yang resilen juga cenderung memahami pengalaman sebagai suatu yang positif bahkan ketika mereka menderita. Orang Resilen cenderung memiliki pandangan positif terhadap orang lain serta keyakinan untuk mempertahankan pandangan hidup yang positif.

  • Protective factor

Menggunakan faktor resiko untuk beradaptasi contohnya individu yang resilien adalah mereka yang optimis, memiliki empati, insightfull, intellectual competence, self-esteem, serta punya tujuan, tekad dan ketekunan.

Baca juga : Konservatif VS Progresif lebih bagus yang mana

Apa Saja yang Menumbuhkan Resiliensi Seseorang

Menjadi individu yang resilen merupakan hal yang bijak untuk menhadapi berbagai tantangan yang datang kedalam hidup kita, pesatnya perkembangan teknologi, memaksa kita untuk terus upto-date dengan berbagai kesempatan yang ada. Dengan menjadi pribadi yang resilen bukan tidak mungkin seseorang dapat menagmbil semua peluang yang ada, berikut ini adalah apa saja hal yang dapat menumbuhkan resiliensi seseorang.

  • Memiliki cinta & kasih sayang tanpa syarat

Memiliki dukungan cinta yang didasari oleh kepercayaan dan cinta tanpa syarat dapat menumbuhkan reseliensi seseorang. Caring relationship sering dikarakteristikkan sebagai dasar penghargaan yang positif. Contohnya seperti memegang pundak, tersenyum, dan memberi salam.

  • Memiliki harapan jelas dan terpusat

High expectation massages atau harapan yang jelas, positif, dan terpusat kepada seseorang dapat menumbuhkan resiliensi seseorang. Harapan yang jelas merupakan petunjuk dan berfungsi mengatur dimana orang dewasa memberikan harapan tersebut untuk perkembangan seseorang. Harapan yang positif, dan terpusat mengomunikasikan kepercayaan yang mendalam dari orang dewasa dalam membangun resiliensi dan membangun kepercayaan serta memberikan tantangan untuk membuat seseorang menjadi apa yang mereka inginkan.

  • Memiliki Peluang dalam Berpendapat dan Beraspirasi

Kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, memiliki tanggung jawab, dan kesempatan untuk menjadi pemimpin. Di samping itu opportunities juga memberikan kesempatan untuk melatih kemampuan problem solving dan pengambilan keputusan.

Baca juga : Menciptakan kebahagiaan dengan aktualisasi diri

Ego-Resilience untuk Kesuksesan

Pepatah mengatakan kesuksesan hanya bisa dicapai jika kita mau dan mampu untuk bangkit dari kegagalan dan keterpurukan. Banyak yang berpendapat kesukesan adalah ketika kita sudah berada ditingkat yang kita inginkan dan impikan. Terlepas dari segala penafsiran akan kesuksesan, Anda pasti sepakat bahwa kesuksesan besar merupakan kesuksesan kecil yang terakumulasi. Yang menjadi persoalan adalah, dalam meraih kesuksesan tentunya kita akan dihadapkan dengan berbagai persoalan dan masalah. Dengan menerapkan ego-resilience dalam diri kita, tentu saja hal itu akan membantu kita dalam meraih kesuksesan yang sudah kita tetapkan.

Sama halnya seperti bola basket, ketika jatuh ke bawah, ‘resiliensi’ lah yang membantu bola bisa memantul naik, sama halnya dengan diri kita, resiliensi lah yang membantu kita bisa bangun lagi setelah jatuh. Resiliensi membantu kita lebih cepat pulih dari kegagalan ataupun kecewaan, berikut ini adalah apa saja yang dapat kita latih dalam diri kita agar memiliki resiliensi.

  • Menghargai setiap proses


Seringkali kita berfokus pada pencapaian hasil dan mengabaikan apa yang telah dilakukan dan didapatkan selama perjalanan. Kesalahan seperti ini dapat menyebabkan kelelahan mental karena merasa tidak kunjung sampai pada tujuan, merasa gagal, merasa rugi, dan menyalahkan diri sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu, penting untuk melatih diri melihat detil dan memaknai setiap fase yang dijalani dan telah dilalui.

  • Menyadari mana yang ada dalam kendali kita dan yang di luar kendali kita

Frustasi disebabkan oleh ketidakmampuan untuk mengenali bagian yang berada dalam kendali diri dan bagian yang berada di luar kendali diri. Misalnya : melakukan persiapan, belajar, menghadapi tantangan, dan berusaha mengerjakan ujian adalah sesuatu yang masih dalam kuasa kita. Akan tetapi, keberhasilan, kegagalan, respon orang lain, pikiran dan persepsi orang lain, merupakan sesuatu yang diluar kuasa diri. 

  • Memiliki lebih dari satu sudut pandang


Sadarilah kemunculan persepsi. Setiap hal dapat dilihat dari berbagai sisi. Oleh karena itu cobalah untuk menciptakan lebih dari satu makna dari sebuah kejadian. Misal : Sedang jatuh sakit, alih-alih terlalu berfokus pada rasa sakit yang dirasakan dan ketidak berdayaan melakukan sesuatu yang diinginkan, kamu bisa coba mengubah fokus pikiran dengan memandang sisi bahwa kondisi sakit adalah waktu untuk mengistirahatkan pikiran dan badan, sisi belajar untuk pasrah, sisi kesempatan untuk melihat kesetiaan pasangan atau teman.

  • Fleksibel dan Dinamis

Menjadi seperti air yang mampu mengikuti bentuk wadah dimana ia berada dan juga menjadi sosok yang tidak terlalu keras dan kaku. Ibaratkan sebuah gelas yang terbuat dari kaca yang keras dan sebuah bola yang terbuat dari karet yang lentur. Ketika sama-sama dijatuhkan dari ketinggian, maka gelas akan pecah dan rusak, sedangkan bola tidak mengalai kerusakan dan dapat memantul kembali ke atas. Alih-alih bersikeras dengan idealisme diri pada setiap situasi, cobalah untuk dapat menjadi sosok yang lentur dengan melihat situasi dan kondisi.

  • Menyadari pilihan respon diri

Seringkali sikap kita digerakkan oleh refleks dan spontanitas dari pikiran dan perasaan yang muncul. Jika mau menyadari, sebenarnya kita memiliki kendali atas pikiran dan perasaan. Maksudnya adalah kita dapat memilih apakah akan menerima, menyetujui, mengikuti, menahan, menyangkal, atau membuang pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang muncul. Latihannya bisa berupa cobalah berhitung hingga 10 detik setiap menemui sesuatu, dengan begitu bisa menyadari pikiran dan perasaan apa yang muncul, kemudian memilih sikap dan respon apa yang mau di munculkan.

  • Memiliki support sistem

Tidak dipungkiri jika manusia merupakan makhluk sosial. Energi di luar diri juga dapat mempengaruhi kondisi diri kita. Adanya seseorang atau lingkungan yang supportif akan dapat membantu memunculkan pikiran-pikiran positif, melihat sisi sudut pandang yang lain, dan membantu menyadarkan hal-hal yang tidak kita sadari.

Author : Mahesri